Sex, Freesex dan Rahasia Kenikmatan ?
1. Mode dan Sex
Masalah sex memang telah sangat berperan dalam membangun peradapan manusia. Bahkan dengan membedakan pandangan suatu negara dengan negara yang lain, tentang kultur budaya sexnya dapat dibedakan peradabannya.
Dahulu kala, ketika manusia masih sebagai manusia purba, Sex hanyalah semata-mata bersifat naluriah saja. Sifat naluriah yang tak jauh berbeda dengan hewan masa kini, yang tidak mereka sadari hanyalah sebagai alat memperbanyak diri belaka. Inilah jua yang diakuinya sebagai peradaban manusia sampai saat ini, bahwa sifat dasar sex, diakui atau tidak, semata-mata hanyalah untuk mempertahankan peradaban manusia. Suatu peradaban yang terus eksis dan berkelanjutan dikarenakan manusia terus ada dan berkembang (memperbanyak diri).
Namun dalam perkembangan saat ini, sex tak sekedar untuk mempertahankan peradaban manusia. Sex menjadi kenikmatan yang banyak diburu orang, tidak peduli dengan masalah keturunan dan peradaban. Sex masa kini telah menjadi simbol kesenangan, hiburan, kenikmatan dan bahkan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Jadi jangan heran kalau vidio-vidio porno, film dan hiburan berbau sex dan pornografi menjadi diburu dan disukai banyak orang. Di sisi lain, keserakahan ekonomis telah memanfaatkan mementum itu hanya untuk mengeruk keuntungan yang tak kecil. Terjadilah simbiosis yang saling menguntungkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Pergerakkan dari budaya sex ini, telah mendorong pola-pola prilaku yang berhubungan dengannya. Jadilah mereka selalu ingin tampil seksi, feminim dan bahkan tampil 'merangsang'. Yang lebih mengherankan lagi simbol-simbol itu justru lebih sering dilakukkan oleh komunitas wanita. Lihat saja kiblat mode dalam cara berpakaian dan prilaku mereka, yang cenderung meniru budaya-budaya yang dilahirkan para penganut dan pengagung sex. Padahal kalau dicermati sebuah mode sangat berkaitan dengan budaya tentang pola prilaku mereka ( misal freesex), sehingga wajar kalau mereka sering tampil seronok dan merangsang.
Akan tetapi lucunya, banyak sebagian komunitas ( bisa juga orang per orangan ) hanya jadi pengikut belaka tanpa mengetahui makna yang dikandungnya. Sehingga yang terjadi, mereka mengikuti mode tersebut apa adanya, tanpa disadari mereka telah menebar pesona dengan bangga. Pesona yang ditimbulkan oleh kekuatan makna yang dikandungnya, walaupun sebagian besar mereka tak menginginkannya akan dampak dari pesona budaya yang dikandungnya itu terjadi pada dirinya. Sebuah penolakkan keinginan dari budaya yang dipahaminya. Sehingga terjadilah pertentangan antara budaya yang dikandungnya dengan budaya yang dipahaminya. Sungguh aneh memang, namun ini adalah kenyataannya.
Pesona budaya sex yang tercemin dalam perkembangan mode dan pola-pola prilaku yang mengikutinya, telah tidak disadari banyak wanita. Mereka umumnya hanya mengikuti mode belaka dan tidak mau tahu pesan-pesan yang dibawanya. Pokoknya mengikuti mode yang semakin mengundang perhatian banyak orang adalah harapannya. Apalagi yang penting tak mau dianggap ketinggalan jaman atas sesuatu yang baru menjadi mode, tanpa mau tahu dengan maksud apa mode itu dikeluarkan. Bahkan ada kecenderungan anti-pati bahkan benci dengan pola-pola prilaku yang mengikuti mode tersebut. Maksudnya, mereka mengikuti mode yang ada walau membenci budaya yg terkandung dalam mode tersebut. Sungguh aneh memang , atau malah telah terjadi pembodohan ataupun kebodohan membaca pesan-pesan zaman.
2. Komunitas Freesex
Penganut paham free sex seakan bagai hidup di surga ? Betapa tidak ? mereka bisa bergonti-ganti pasangan. Pasangan yang mereka suka dan maui. Kapan saja dan di mana saja, ketika menginginkannya. Banyak orang yang melihat hidup mereka dipenuhi dengan bunga-bunga yang penuh kenikmatan. Seakan tiada hari yang menyesakkan bagi mereka, penuh keceriaan, penuh suka-cita, penuh semangat dan bergelimang kegembiraan.
Waktu terus bergulir, peradaban dan pola prilaku mereka terus terbentuk dan terbangun. Terbangun dan terbentuk sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan keinginan mereka. Kemudian mereka berlomba-lomba untuk selalu mempercantik dan memperseksi diri. Mempercantik supaya tidak kehilangan kepercayaan diri dan selalu mendapat banyak perhatian orang.
Pola-pola prilaku, bersamaan dengan perkembangan waktu terus terpola membangun diri. Membangun diri sesuai keinginan-keinginan manusia yang ada di dalamnya. Semua keinginan dalam komunitas manusia tersebut, terus berinteraksi membangun pola-pola kebiasaan yang berlaku, sesuai keinginan sebagian besar mereka dalam komunitas tersebut. Dalam hal ini Sex menjadi hal yang tidak ditabukan atau bahkan menjadi hiburan dan kesenangan. Jadilah komunitas masyarakat tersebut cenderung menganut paham freesex. Sebuah paham yang telah mempengaruhi semua lini kehidupan mereka.
Sifat dasar dan makna sex telah berubah, bukan lagi demi eksisnya peradaban manusia, akan tetapi sex telah menjadi sarana mencari hiburan dan kesenangan-kesenangan belaka. Maka dari itu, eksistensi keluarga dan keturunan telah tidak mempunyai makna sama sekali. Pola hidup menjadi egoistik dan semaunya sendiri, serta cenderung melawan norma-norma yang telah ada. Hura-hura dan kesenangan semakin melebihi batas kewajaran. Lebih lanjut, mereka tinggalkan apa-apa yang telah menghambatnya; saudara, suami/istri, anak-anak, keluarga, kerabat dan masyarakat. Demi kesenangan diri, semua itu sudah tidak mempunyai arti bagi mereka. Mereka pergi untuk mencari tempat yang seia-sekata, satu harapan dan sepaham untuk membentuk komunitas sendiri, walau mungkin tanpa ia sadari (membentuk dan masuk dalam komunitas tersebut). Jadilah komunitas yang menjanjikan kesenangan dan kenikmatan tanpa batas dan sisi, bagai hidup di surga kenikmatan. Sepeti apa yang banyak dikatakan orang dimana letak surga dunia itu ?
3. Balada Hidup Freesex
Sex memang merupakan sifat naluriah insan manusia, oleh karena itu keingintahuan tentang sex merupakan dorongan yang sangat manusiawi. Jadi, keingintahuan terhadap hal-hal yang berbau sex adalah sebuah kewajaran untuk ditempatkan pada tempatnya. Namun sayang, karena sifat dasar manusia yang selalu serakah dalam segala-galanya membuat mereka tidak mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Demikian sehingga sesuatu yang seharusnya baik menjadi tidak baik karenanya.
Saya heran dan tak habis berpikir tentang adanya pendapat, bahwa perselingkuhan ( juga semua bentuk prilaku yang dianggap menyimpang ) dilakukan hanya supaya ada fariasi dalam hidupnya. Seakan mereka tidak sadar akan dampak-dampak yang akan ditimbulkan terhadap diri dan keluarganya, dikemudian hari. Sebuah dampak yang dapat menjadi perangkap pada dirinya sendiri. Sebuah perangkap yang tidak menjamin untuk tidak mengulangi lagi. Sehingga yang semula dianggap menjadi fariasi lama kelamaan, tanpa disadari, telah menjadi kebiasaan yang justru merugikan posisinya sendiri. Ibarat sebuah rumah (jiwanya) yang pondasi-pondasinya mulai goyah tak terkendali. Yang kemungkinan besar akan roboh berserekan menjadi puing-puing.
Atau seorang remaja atau pemuda yang menganggap tidak ada salahnya mencicipi kekasih pujaan hati. Namun mustahil mencicipi sekali dua kali saja, pasti ujung-ujungnya akan ketagihan, keterusan dan terbiasakan. Mereka masih beruntung jika ternyata mereka akhirnya berakhir di pelaminan. Namun akankah ada jaminan untuk itu ? Tidak sedikit mereka bernasib tragis ! Dan kalau ini terjadi, maka masa-masa suram siap menghadangnya. Memang sedikit sekali kerugian yang akan diderita seorang laki-laki, atau bahkan nyaris tidak sama sekali. Namun bagaimana dengan seorang wanita, habislah semuanya ! semuanya telah diberikan; cinta, kehormatan dan bahkan jiwanya saat itu. Wanita tentu saja lebih terperosok jauh karena meninggalkan bekas yang tampak nyata luar-dalam. Lalu bagaimana dengan si laki-laki, Nyaris tanpa bekas pada fisiknya !
Walaupun begitu, kejadian itu telah membekas di kedua jiwa insan manusia tersebut. Akankah mereka mampu menghentikan dorongan yang justru lebih kuat dari pada ketika ia sama sekali belum pernah melakukannya. Tidaklah semudah yang akan kita bayangkan ! Dorongan untuk melakukannya justru semakin menggebu, entah dengan siapa semakin tidak akan terkira, selaras dengan berjalannya waktu yang terus berlalu. Namun yang jelas bekas kejadian itu membekas sangat kuat dalam jiwa. Sebuah bekas yang tidak kecil efeknya. Efek yang mampu mengubah haluan hidup yang dulu syarat dengan makna. Efek yang mampu menuntun jiwa entah kemana arah tujuannya. Arah tujuan yang banyak terdapat jebakan-jebakan hidup yang menunggu dan menjeratnya. Sebagaimana arah tujuan yang terbawa angin, sebagaimana angin yang tak dapat dikendalikan dan diarahkan. Arah hidup semakin tak menentu, menunggu waktu mancapai jebakan yang telah menunggu.
Pada awalnya memang tidak mudah memulainya. Memulainya untuk melakukkan sesuatu dimana panggilan hati selalu berusaha mencegahnya. Namun semua sudah terlanjur dan dilakukkan. Awalnya memang muncul penyesalan. Pemyesalan untuk tidak mengulangi lagi. Namun semua hanyalah teori, teori yang hanya berlaku di ujung bibir ini. Entah mengapa mereka melakukannya lagi, yang mungkin katanya untuk terakhir kali. Namun sayang kenyataan itu tak pernah terjadi. Kejadian itu terus dan terus terjadi sampai batas akhir dimana tiada perlu janji itu terjadi di hati. Mereka sudah sama sekali melupakan janji yang pernah menjadi penyesalan dihati.
Jadilah kebiasaan-kebiasaan tiada bertepi, seiring waktu yang takkan berhenti. Peluang besar untuk hinggap dari satu wanita/pria ke kewanita/pria lain menjadi sangat besar dan lebar. Kalau itu sudah terjadi, maka mereka sudah masuk dalam perangkap yang telah dibuatnya sendiri. Kemudian logika ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan: Mampukah mereka mempunyai kehormatan diri ? Mampukah mereka membangun rumah tangga sejati ? Mampukah ia membangun generasi (anak-anak) yang kokoh dan berarti ? Mampukah mereka membangun masyarakat yang harmoni ?
Ah..., Persetan ! Dengan semua itu ! Kata hati mereka saat ini. Kata hati yang sudah putus asa menghadapi kehidupan saat ini. Kata hati yang mungkin tak mampu mereka ungkapkan saat-saat yang lalu. Tentunya mereka mampu mengungkapkan pernyataan-pernyataan itu bukannya tanpa sebab dan musababnya. Sebab dan musabab yang melatarinya. Latar-belakang jalan hidup yang penuh keputusasaan. Keputusasaan untuk mampu membicarakan lagi tentang harkat dan martabat dirinya. Ah...! Persetan ! dengan harkat dan martabat !
Kasihan sungguh kasihan mereka, yang telah menempatkan jalan hidup penuh dengan keputusasaan dan kekecewaan. Tapi anehnya kebanyakan orang (mungkin bisa jadi termasuk diri kita.sendiri) menganggap kehidupan mereka penuh dengan kesenangan, tawa, canda dan kemikmatan. Tapi benarkah ?
Sungguh mengejutkan ! Ternyata kehidupan mereka cukup mengerikan dan sangat memprihatinkan, bahkan nyaris tanpa makna bagai membunuh dirinya pelan-pelan dengan penuh kesadaran. Dibalik keceriaan, tawa, canda dan berlimpahnya kenikmatan ternyata ada dendam yang mencengkeram. Dendam masa lalu yang sangat menyakitkan, entah akibat pengkianatan kedua orang tuanya, kekasihnya, atau anggapan sebagai anak yang tak diketahui asal usulnya, dan masih banyak lagi dendam yang telah membuatnya.
Mereka telah memaknai hidup dengan penuh pengkianatan, kekejaman yang syarat dengan kemunafikan dan kebohongan. Hatinya hancur luluh bagai tak berbentuk. Jiwanya roboh rata dengan tanah. Akan tetapi mereka tak mau atau tak punya keberaniaan mengakhiri hidupnya dan takut tidak mampu membalas dendamnya. Dendam yang telah membakar jalan hidupnya.
Ia berusaha untuk bangkit dari kejatuhannya. Tapi ia sadar, tak mungkin bangkit dengan kehancuran jiwanya, kecuali mencoba mencari jalan kemunafikan yang harus ditempuhnya. Sebuah kemunafikan diri yang dipenuhi dengan tawa dan canda. Sebuah kemunafikkan untuk melampiaskan dendamnya. Pokoknya apa saja yang bisa ia lakukan untuk dapat melampiaskan dendamnya. Dendam yang serasa sudah meremukkan hatinya. Hingga ia sangat rela dan sadar melakukan apa saja. Apa saja yang ia mau dan sukai, selama dendam tersebut terasa terbalaskan. Entah terbalaskan untuk siapa ? yang jelas ia mampu melakukannya dan ia merasa puas karenanya. Sampai kapan mereka mampu melakukannya ? Kemana mereka pada akhirnya ? Masa depannya ? Keluarganya ? Sanak-familinya ? Masyarakatnya ? Pokoknya, Persetan dengan semuanya ! kata hatinya.
Hidup menjadi penuh kemunafikkan, kehampaan, dan pembohogan diri. Menjadikan mereka menganggap keluarga, sanak-famili, dan masyarakat juga telah menjadi munafik dan pembohong, suka mengatur dan mengurusi jalan hidup orang lain, padahal mereka membutuhkannya juga. Inilah awal dari terbangunnya pola prilaku pada diri mereka tanpa nilai, norma, tanpa jiwa, dan sangat jauh dari makna hidup yang sesungguhnya. Yang ada hanya kebebasan. Kebebasan melakukan apa saja. Apa saja yang dapat melegakan hatinya dan rasa terpuaskan batinnya.
4. Masalah dan Pengaruhnya
Pada dasarnya mereka ini sedikit sekali komunitasnya dalam suatu masyarakat. Namun pengaruhnya mampu menebar pesona kenikmatan tersendiri bagi siapa saja yang melihat dan mendengarnya. Tindakan-tindakannya saja sudah menggoda orang untuk menirunya. Komunitas inilah yang berperan menawarkan segala bentuk tontonan, atraksi, pose, dan semua hal yang berbau pornografi. Disadari atau tidak merekalah yang telah membangun simbol-simbol sex yang dapat membuat orang melotot dan mengeluarkan air liurnya.
Dengan dibalut dengan alasan ekonomi, bisnis, mencari ketenaran dan penghidupan, mereka telah menciptakan media-media yang mampu menarik perhatian banyak orang dan seakan menawarkan kehidupan yang penuh kenikmatan. Kegiatan-kegiatannya telah menebar pengaruh yang tidak kecil terhadap semua orang, yang memang mempunyai naluri yang sangat kuat untuk mencari tahu semua hal yang berhubungan dengannya. Bagai menebar gula dan berharap semut-semut menyemut mngerubunginya.
Orang yang punya latar-belakang yang suram besar kemungkinan akan ikut-ikutan membangun komunitas seperti itu. Atau berperan menciptakan korban-korban baru yang masuk dalam perangkap yang memang telah diciptakannya. Karena latar belakang mereka mungkin kita bisa memahami keterperosokkan mereka dalam komunitas tersebut. Namun bagaimana dengan orang-orang yang lugu dan tidak tahu apa-apa tentang kehidupan tersebut. Yang telah dijebak dalam kepolosan dan keluguan itu. Mereka seakan dipaksa dan diajarkan tentang kehidupan yang mungkin tidak sesuai dengannya. Namun karena kepolosan, keluguannya dan ketidaktahuan tentang kehidupan tersebut, maka sangatlah mungkin dan mudah memerosokkan mereka ke dunia tersebut.
Dunia yang mungkin tidak diketahui kemudian menjadi banyak belajar atau bahkan dipaksakan untuk belajar tentang dunia itu. Siapa yang tidak terlena untuk belajar di dunia kenikmatan. Walau awalnya memang sulit namun lama-kelamaan akan terbiasa juga. Yang lugu dan polos akhirnya mendapati masalah yang pelik dan kelam. Dan jadilah mereka menjadi bagian dari komunitas yang dulu tak dikenal dan tak diketahuinya. Namun kemudian seakan menjadi mengasyikkan dan menyenangkan, ia menjadi sangat berbeda antara dulu dan sekarang. Sekarang ia jualah yang ikut 'menawarkan' dan menebarkan pesona bagi siapa saja yang mau dan membutuhkannya, untuk ikut terperosok masuk dalam dunianya. Demikian seterusnya dan seterusnya.
Awalnya memang karena dendam, kebohongan dan kemunafikan pada diri seseorang. Namun akhirnya juga melahirkan dendam, kebohongan dan kemunafikkan baru bagi orang lain yang mengikutinya dan masuk didalamnya. Waktu terus selalu berjalan, dendam dan kemunafikan terus bertambah dan bertambah yang siap mencengkeram siapa saja yang mau diajak dan membutuhkannya. Untuk ikut dan masuk ke dunia mereka. Dunia yang penuh tawa, canda, dan bergelimang kenikmatan, hidup yang penuh dengan kenikmatan ?
Betapa bangganya dan serasa terpuaskan batin mereka. Yang mampu membuat semua orang melotot dan mengeluarkan air liurnya. Dengan hanya membacanya, melihatnya dan menontonnya membuat semua orang akan membayangkan betapa nikmatnya dunia itu ? Terpuaskanlah jiwanya bagai harimau dan singa mendapat mangsa yang besar dan muda, yang dapat dilahab bersama-sama.
Hari-hari mereka lalui dengan entengnya. Dilaluinya dengan penuh kebohongan, dendam dan kemunafikan, penuh tawa dan canda. Namun sayang keropos di dalamnya, karena telah hancur hatinya, karena dunia serasa telah mnyesakkan dada. Tiada akan pedulikan norma dan martabat, karena itu semua Persetan ! Baginya.
Tentu saja semua terserah Anda semua, kalau berani mencoba. Mungkin hanya sekali-kali saja. Atau mungkin untuk yang terakhir kali saja. Namun siapa yang bisa menjaminnya untuk tidak mengulang kembali. Untuk tidak mencobanya lagi. Untuk yang terakhir kali. Namun kapan janji di hati ini akan berhenti. Berhenti untuk tidak di ingkari. Berhenti untuk tidak dikianati dan mengkianati.
Siapa yang bisa menjamin untuk tidak semakin jauh terperosok kedalamnya. Siapa yang dapat menjamin untuk terus dapat menjaga keluarganya, sanak-familinya dan harmoni masyarakatnya. Siapa yang dapat menjamin bahwa suatu ketika mampu meninggalkannya (dunia kelam itu). Siapa yang dapat menjamin bahwa semua itu hanyalah sebagai pengalaman buruk saja. Siapa lagi ? Dan apa lagi ? Itu semua terserah Anda !